
Banda Aceh, 30 Januari 2020 – Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (Puslatbang KHAN LAN RI) melakukan seminar dalam rangka mendiseminasikan hasil kajian “Implementasi UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) terkait Pemberantasan Korupsi”. Kegiatan seminar ini dilaksanakan di ruang Mini Theater Puslatbang KHAN LAN RI.
“Filosofi lahirnya UU AP adalah untuk memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi pejabat pemerintahan dalam mengambil kebijakan, sehingga tidak ada stagnasi pembangunan dikarenakan keragu-raguan pejabat pemerintahan dalam membuat kebijakan. UU AP seyogyanya menjadi instrumen agar terhindar dari perbuatan penyalahgunaan wewenang yang menjadi cikal bakal perbuatan korupsi” ujar Kepala Puslatbang KHAN LAN RI Faizal Adriansyah dalam kata sambutannya.
“Metode yang digunakan dalam kajian ini yaitu kajian hukum normatif empiris dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan analisis terhadap beberapa putusan pengadilan. Adapun lokus kajian ini yaitu di lingkungan pemerintah pusat (Lembaga Negara, Kementerian Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Lembaga Non Struktural), Pemerintah Daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat” ujar peneliti Puslatbang KHAN LAN RI Rati Sumanti dan Husniati dalam paparan terkait hasil kajian.
Hasil kajian menunjukkan bahwa unsur penyalahgunaan wewenang yang diatur dalam Pasal 17 UU AP sangat erat bersinggungan dengan beberapa Undang-Undang lainnya, salah satunya pada Pasal 3 Undang-Undang Tipikor yang menyebut salah satu unsur tindak pidana korupsi yaitu menyalahgunakan kewenangan. Kedua konsep tersebut menimbulkan multitafsir dalam memahaminya apakah masuk dalam ranah pidana atau ranah administrasi. Selanjutnya juga dengan adanya UU AP yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang menjadi objek Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga ada perluasan objek Tata Usaha Negara yang menurut kaidah hukum seharusnya diatur dalam hukum formil yaitu UU No 5 Tahun 1986 jo UU 9 Tahun 2004 tentang PTUN. Adapun rekomendasi terkait hal tersebut perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan sehingga tidak menyebabkan lagi adanya multitafsir dalam memahami penyalahgunaan wewenang.
Dalam UU AP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menjadi aktor yang sangat berperan dalam hal penentuan ada tidaknya penyalahgunaan wewenang sehingga perlu adanya aturan yang memperkuat APIP dalam melaksanakan tugasnya. Adapun rekomendasi dalam kajian ini yaitu perlu adanya SOP koordinasi yang lebih teknis antara APIP dan APH (Aparat Penegak Hukum) dalam hal penanganan kasus penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan.
“MoU yang disepakati antara Mendagri, Jaksa Agung, dan Kapolri Nomor: 119-49 Tahun 2018, Nomor: B-369/F/Fjp/02/2018, Nomor:B/9/II/2018 tanggal 28 Februari 2018 tentang Penguatan Koordinasi antara APIP dan APH merupakan upaya preventif dalam pencegahan korupsi. Sehingga penindakan yang dilakukan oleh APH merupakan upaya terakhir dalam pencegahan korupsi”, ujar AKBP Winardi dalam paparannya.
“APIP harus menjadi alat yang mampu mendeteksi secara dini (early warning system) dan memberi peringatan kepada kepala daerah bahwa ada permasalahan yang akan berpotensi masuk ke ranah pidana”, papar Ikhwansyah selaku narasumber dari BPKP Aceh.
Adapun Mirdaz Ismail selaku praktisi hukum menyampaikan bahwa “Undang Undang Administrasi Pemerintahan sudah memberikan perlindungan yang cukup baik terhadap aparatur pemerintahan. Akan tetapi UUAP belum berpengaruh dalam pengurangan tindak pidana korupsi. Sehingga dibutuhkan penguatan performa institusi yang berkaitan dengan UUAP”.
“Integritas, pemahaman dan kesadaran PNS serta konsolidasi antar lembaga menjadi tantangan penegakan sanksi administrasi di lingkungan Pemerintah Aceh. Hingga tahun 2019 terdapat 34 PNS yang diberhentikan dan 2 PNS dberikan sanksi turun pangkat terkait sanksi administrasi dan hukuman disiplin” sambung Iskandar dari Badan Kepegawaian Aceh dalam paparannya.
Penyelenggaraan seminar ini juga mendapat apresiasi dari Ombudsman Republik Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh. Antusias peserta juga terlihat melalui pertanyaan dan pendapat yang disampaikan oleh peserta seminar yang berjumlah 130 orang yang berasal dari Unsur APH (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan PTUN), APIP, Unsur pejabat pemerintahan, Praktisi Hukum, Akademisi, LSM dari seluruh kabupaten Kota di Aceh.