
Sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik terkait hasil kajian ini Puslatbang KHAN melakukan diseminasi kajian dengan cara daring melalui aplikasi zoom meeting pada hari Selasa, tanggal 8 Desember 2020 dengan menghadirkan beberapa narasumber yaitu :
- Tri Widodo (Deputi Kajian KIAN LAN RI)
- Bivitri Susanti (STH Jentera)
- Gatot Dewa S.Broto (Sekretaris Kemenpora)
- Albertus Wahyurudhanto (Kompolnas)
Peran pengawasan menjadi salah satu kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan. Transformasi digital pelayanan publik untuk memindahkan proses manual menjadi proses berbasis sistem akan menutup ruang intervensi pribadi. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya praktik Trading in Influence. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH, MA ., Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada Webinar Diseminasi Hasil Kajian “Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence dalam Penyelenggaraan Pemerintahan” yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting, Selasa (08/12).
“Trading in Influence terjadi akibat pelanggaran etika dan moralitas yang dilakukan oleh para penyelenggara negara sehingga perlu adanya strategi pencegahan dan penindakannya”, demikian disampaikan oleh Veri Mei Hafnizal, SH, MH selaku tim peneliti Puslatbang KHAN dalam mengawali diskusi.
“Berdasarkan temuan lapangan, pola trading in influence dalam hukum administrasi negara dapat dipisahkan menjadi dua pola, yaitu pola memanfaatkan pengaruh dan pola menggunakan pengaruh. Untuk mencegah terjadinya trading in influence dibutuhkan adanya harmonisasi peraturan perundangan terkait trading in influence, adanya sistem pengawasan yang baik, serta peran pimpinan untuk menjadi role model bagi bawahannya”, ujar Veri.
“Pengaruh itu tidak selamanya buruk, karena definisi kepemimpinan adalah seni mempengaruhi untuk mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama. Sulit dicari batasan secara tegas, karena konsep Trading in Influence belum mempunyai pengaturan yang jelas. Akan tetapi untuk Aparatur Sipil Negara ada pembatasan-pembatasan dengan hadirnya Sumpah Jabatan, Peraturan Disiplin, Kode Etik hingga Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.” ujar Widodo dalam webinar.
Bivitri Susanti, S.H., LL.M, Praktisi Hukum Tata Negara yang berasal dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menuturkan bahwa Trading in Influence belum diterjemahkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Trading in Influence sejatinya merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang. Sehingga penting bagi kita untuk melihat administrasi pada sebuah instansi, sehingga pengawasan dapat dilihat dan ditelusuri.
“Trading in Influence tidak bisa ditolerir, untuk itu kita perlu kedepankan pola pencegahan seperti yang didorong oleh Puslatbang KHAN sehingga kita dapat menciptakan negara yang bersih dari KKN”, ujar Bivitri.
Dalam kesempatan yang sama, hadir Dr. Albertus Wahyurudhanto, M.Si, Komisoner Komisi Kepolisian Nasional yang menyajikan paparan dengan topik “Peran dan Fungsi Pengawasan untuk Pencegahan Trading in Influence”. “Praktik memperdagangkan pengaruh muncul karena adanya kewenangan yang dimiliki oleh seseorang, jika pengawasan lemah maka akan membuka ruang bagi trading in influence. Tindakan ini akan melahirkan perilaku buruk dan cenderung kepada korupsi. Integritas aparatur menjadi kunci utama dalam memerangi praktik trading in influence. Pengawasan adalah cara yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Harus ada kolaborasi dan sinergitas antara pengawas internal dan eksternal”, ujar Albertus.
“Penyelenggara negara berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang, dibutuhkan kehati-hatian dalam melaksanakan tugas. Peran kepemimpinan menjadi faktor penting dalam instansi untuk mencegah praktik-praktik trading in influence. Karena abuse of power atau penyalahgunaan wewenang tanpa kita sadari dapat terjadi karena adanya rasa sungkan terhadap stakeholder”. Demikian yang disampaikan oleh Drs. Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, MBA selaku Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam webinar tersebut.
Ir. Faizal Adriansyah, M.Si selaku Kepala Puslatbang KHAN menyampaikan bahwa output kajian tahun ini berupa buku kajian dan handbook Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence (Memperdagangkan Pengaruh) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. “Semua capaian tersebut merupakan sebuah apresiasi, jika yang kami hasilkan ini bermanfaat untuk masyarakat luas” ujar Faizal sekaligus menutup webinar tersebut.
Webinar ini di ikuti lebih dari 300 peserta dari berbagai daerah dan latar belakang profesi yang berbeda.
Adapun kesimpulan dari hasil kajian tahun ini adalah:
- Tim kajian membangun definisi terkait Trading in influence adalah merupakan Perbuatan yang melanggar nilai etika yang dilakukan oleh pejabat publik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dapat menggunakan dan memanfaatkan pengaruhnya kepada pihak lain untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya demi keuntungan pribadi baik lingkup besar maupun kecil dan secara langsung maupun tidak langsung.
- Menemukan faktor-faktor berkembangnya Trading in influence (memperdagangkan pengaruh) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yaitu:
- Lemahnya Pengaturan Trading In Influence (subtansi hukum)
- Minimnya mekanisme pengawasan Trading In Influence (struktur hukum)
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pemahaman Trading In Influence (budaya hukum)
- Membuat pola trading in influence dalam hukum administrasi negara
- Pola memanfaatkan pengaru
- Pola menggunakan pengaruh
- Merumuskan strategi pencegahan dan penindakan Trading In Influence
Berdasarkan hasil dari analisa menggunakan teori sistem hukum kami menyimpulkan 3 (tiga) unsur utama menyusun strategi pencegahan dan penindakan Trading In Influence yaitu:
1. Substansi Hukum (Perlu adanya harmonisasi dan Integrasi )
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ada menyinggung tentang trading in influence di dalam pasal 5 angka 1. Namun dalam pengimplementasiannya aturan ini dirasa semakin hilang taringnya padahal tujuan dari undang-undang ini untuk mewujudkan negara yang bebas dari intervensi politik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Kiranya perlu di harmonisasikan dengan undang-undang baru seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah atau ke dalam RUU Etika Penyelenggaran Negara.
2. Struktur Hukum (Membangun Kehandalan Sistem Pengawasan)
Struktur hukum adalah pola yang menunjukan bagaimana sebuah hukum dijalankan menurut ketentuan formalnya, Struktur ini bisa melihat bagaimana pola penegakan hukum seperti bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan proses hukum itu berjalan sebagaimana mestinya. Jika kita bisa berbicara tentang struktur hukum disini maka kita akan melihat kepada aktor maupun institusi-institusi pelaksana dari pada sebuah substansi hukum, seperti APIP sebagai pengawas internal maupun komisi-komisi yang dibentuk untuk mengawasi secara eksternal. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem yang dibangun untuk menjalankannya.
3. Budaya Hukum (Penguatan Budaya Hukum Masyarakat)
Kultur hukum sistem diartikan sebagai sesuatu keseluruhan sistem nilai serta sikap yang mempengaruhi hukum. Kesadaran hukum penyelenggara pemerintahan dan masyarakat perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus baik melalui pendidikan, sosialisasi, internalisasi, keteladanan dan penegakan hukum untuk menghormati, mentaati dan mematuhi hukum dalam upaya mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya hukum.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka, direkomendasikan beberapa strategi perbaikan meliputi unsur efektivitas hukum, struktur hukum dan budaya hukum yaitu:
- Merekomendasikan adanya harmonisasi peraturan perundangan terkait trading in influence
- Merekomendasikan perlu adanya sistem pengawasan baik internal maupun eksternal yang sudah ada untuk mengintegrasikan dengan menambahkan instrument untuk mengawasi terjadinya trading in influence.
- Kajian ini merekomendasikan perlu adanya buku saku, poster, banner yang berisi tentang informasi lengkap terkait trading in influence yang memudahkan setiap insan aparatur mempelajarinya serta perlu peran para pimpinan di masing-masing instansi untuk menjadi “role model” bagi bawahannya.