
Jakarta – Desain kabinet gesit atau yang biasa dikenal dengan agile, sangat diperlukan di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karena Indonesia ke depannya memiliki cukup banyak tantangan birokrasi yang harus dihadapi, seperti ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi stagnan, defisit transaksi berjalan, revolusi industri, ekonomi digital, middle income trap, dan bonus demografi. Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara, Dr. Tri Widodo W.U, SH, MA dalam diskusi media kajian isu aktual “Desain Kabinet Agile” Tahun 2019-2024, di Kantor LAN, Jakarta, Kamis (8/8).
“Kabinet agile adalah kabinet presidensial yang bersifat fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan zaman dengan kriteria utama enam hal, ideologi, strategi, struktur, proses, teknologi dan SDM untuk mencapai tujuan bangsa dan negara,” tambah Tri Widodo.
Dalam merumuskan kriteria utama tersebut, LAN melakukan kajian dan analisis terhadap kondisi empiris yang kemudian diklaster menjadi beberapa catatan terhadap kondisi kabinet menteri saat ini yaitu dari sisi nomenklatur kabinet, inefisiensi, tupoksi tumpang tindih, kinerja kementerian yang belum optimal serta pembengkakan struktur. Perumusan kriteria utama itu adalah hasil kajian dan diskusi dengan para praktisi/pakar/ akademisi yang kemudian dianalisis dan diberi istilah Kabinet Agile (Agile Ministries). Agile merupakan kata sifat yang memiliki makna lincah, gesit, mudah beradaptasi.
Kriteria pertama adalah ideologi, menurut Tri Widodo setiap jajaran kementerian harus memperkuat ideologi Pancasila. “Seluruh kementerian itu harus memberikan landasan ideologi untuk memperkuat ideologi Pancasila. Pancasila itu adalah ideologi yang harus dimanifestasikan, diaktualisasikan di dalam urusan kementerian,” kata Tri.
Kriteria kedua adalah strategi, kabinet Presiden Jokowi periode kedua nanti harus memiliki strategi pembangunan nasional. Kementerian disarankan untuk mengkolaborasikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Kriteria selanjutnya adalah struktur, kabinet yang agile harus memiliki struktur dan pemetaan kelembagaan agar tidak tumpang tindih. Serta, perumpunan penanganan urusan pemerintah juga dinilai penting untuk menyusun kabinet. “Kita menginginkan ada satu kebijakan yang kelembagaan kabinet itu yang memiliki cross cutting yang relatif jelas. Perumpunan menjadi analisis yang penting dalam menyusun desain kabinet ini,” lanjutnya.
Kriteria yang keempat adalah proses, dimana pembentukan kabinet dalam prosesnya harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. “Proses ini tentu kita melihat manajemen pemerintahan dimulai dari visi presiden yang nanti dituangkan dalam RPJM Nasional dari visi yang ada RPJP itu ditunjukkan dalam visi kementerian,” tambah Tri Widodo.
Kriteria selanjutnya adalah teknologi, untuk meraih kabinet yang gesit harus didukung dengan penguatan teknologi. Setiap kementerian diharapkan dapat menerapkan teknologi di segala aspek kementerian. Ke depan diharapkan kementerian mampu menjadikan teknologi sebagai peluang untuk melakukan digitalisasi di dalam fungsi kementerian.
Kriteria yang terakhir adalah sumber daya manusia di kementerian ataupun lembaga. “Terakhir dari sisi SDM, faktanya adalah sehebat apapun kelembagaan kalau SDM-nya juga tidak agile itu juga tidak optimal. Maka kelembagaan yang agile harus dibarengi dengan SDM yang agile,” tutup Tri Widodo.
Pada kesempatan yang sama, peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas mengatakan masyarakat lebih memilih kalangan profesional di kabinet periode Presiden Joko Widodo. Namun keputusan tetap berada di tangan Presiden. Sesuai dengan poling yang dilakukan oleh Kompas, harapan masyarakat adalah kabinet yang diisi oleh profesional.
Menurut Toto, komposisi kabinet akan ditentukan di akhir batas waktu. Namun ada tiga kategori yang menjadi pertimbangan presiden, seperti ideologi, kompetensi dan unsur politik. “Kabinet profesional atau politis itu sebenarnya step yang agak di akhir. Saya setuju dengan Pak Tri dan pasti pertama-tama kabinet itu soal ideologinya harus pancasila kemudian secara kapasitas mempunyai kemampuan dan kompetensi baru soal politisnya. Mau dipilih yang mana ini, yang mewakili profesionalitas atau politis,” tuturnya. (humas LAN)
Sumber Klik Disini