Kinerja pemerintah dewasa ini menjadi isu perbincangan di kalangan akademisi, aparatur pemerintah, dan bahkan masyarakat. Kinerja tidak hanya dijadikan sebagai tolak ukur kemampuan pemerintah untuk mengelola sumber daya, tetapi juga keseriusan pemerintah dalam melayani masyarakat. Salah satu tema yang sering diangkat adalah strategi yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pemerintah.
Inovasi sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja instansi pemerintah, diharapkan berpengaruh terhadap optimalisasi sumber daya yang ada demi pencapaian target kinerja. Dalam menciptakan inovasi, terdapat beberapa elemen penting yang menjadi pertimbangan agar inovasi dalam pemerintahan dapat berjalan secara berkesinambungan, yaitu, penggunaan teknologi informasi, kecepatan dan kemudahan, serta efisiensi pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil/ dampak diklatpim terhadap peningkatan kinerja alumni dan unit organisasi, mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan proyek inovasi alumni pasca diklatpim, serta mengetahui kompetensi adaptive leadership alumni dalam rangka pengembangan inovasi baru.
Tujuan adanya inovasi adalah untuk merevitalisasi administrasi publik, membuatnya lebih pro aktif, akuntabel dan lebih berorientasi pada pelayanan. Sebuah inovasi yang telah diciptakan bisa dijadikan sebagai pengungkit dan pendorong terciptanya inovasi lainnya. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus lebih responsif terutama dalam penerapan inovasi untuk menghadapi permasalahan yang ada. Sesuai dengan pernyataan Suryanto (2016), bahwa inovasi menjadi hal mutlak dalam sistem administrasi negara, pemerintahan harus responsif sebagai pelayan masyarakat. Karena apapun kebutuhan masyarakat, pemerintah harus dapat merespon dengan cepat.
Kajian Evaluasi Pasca Diklat Kepemimpinan tingkat II, III, dan IV dilakukan dengan mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode Kuantitatif dilakukan dengan mengukur tingkat pemanfaatan alumni diklat dalam jabatan struktural. Sedangkan metode Kualitatif dilakukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan dampak diklatpim terhadap peningkatan kinerja alumni dan unit organisasi.
Dalam penelitian ini ditetapkan 95 sampel berdasarkan wilayah dan jenis diklat, dari total populasi sebesar 306 orang. Dari sampel tersebut disusun data kualitatif berupa transkrip wawancara dan selanjutnya dilakukan coding untuk seluruh informasi yang diperoleh. Sementara dalam data kualitatif yang berupa kuesioner dilakukan pengukuran self-assessment alumni terhadap peningkatan output, outcome, akuntabilitas, pelayanan dan transparansi. Kuesioner tersebut juga memasukkan beberapa faktor pendukung dan penghambat baik secara internal maupun eksternal, seperti kebijakan, komitmen, mentor, staf, sarana dan prasarana, anggaran dan stakeholder. Sedangkan yang dikatergorikan faktor penghambat eksternal adalah kebijakan pemerintah, perubahan perilaku dan munculnya inovasi baru.
Hambatan dan Tantangan Inovasi di Daerah
Tahapan inovasi dapat dibagi ke dalam lima tahapan yaitu generation (pengembangan), selection (pemilihan), implementation (penerapan), sustaining (keberlangsungan), dan diffusion (penyebaran). Akan tetapi, hambatan inovasi tidak terjadi pada setiap level inovasi. Pemerintah Australia telah menetapkan dua puluh tiga faktor yang dapat menghambat inovasi. Akan tetapi, hanya enam faktor yang dapat mempengaruhi inovasi di seluruh tahapan inovasi yaitu the risk (risiko), short-term focus (fokus jangka pendek), failure of leadership (kepemimpinan yang lemah), policies and procedures (kebijakan dan prosedur), efficiency and resources (efisiensi dan sumber daya), dan external opposition (kondisi eksternal).
Putra (2017) dalam penelitiannya menemukan tiga hambatan yang paling sering ditemui di instansi pemerintah yaitu kepemimpinan, pengetahuan, dan budaya organisasi. Menurut Munro (2015) hambatan yang dihadapi pimpinan dalam pengembangan inovasi adalah dalam menetapkan prioritas inovasi, strategi yang tidak jelas dan kegagalan dalam memberikan contoh. Sementara itu, pengetahuan dan persepsi berbeda-beda yang dimiliki pegawai pemerintah mendorong adanya kesenjangan dan berakibat pada kurangnya dukungan terhadap pengembangan inovasi. Hambatan budaya digolongkan menjadi tiga jenis karakter, yaitu perlawanan terhadap perubahan; tidak adanya apresiasi yang nyata bagi penggagas inovasi, dan kurangnya kegiatan sharing-knowledge.
Sistem Diklat yang sudah diluncurkan sejak tahun 2013 ini diharapkan dapat melahirkan alumni yang mempunyai gaya kepemimpinan adaptif. Inovasi dengan makna kebaharuan baik pada input, proses, output dan bahkan outcome dari suatu produk. Ide baru berupa proyek perubahan yang selama ini menjadi salah satu persyaratan kelulusan diharapkan melahirkan ide baru atau mendorong unit kerja alumni bisa mendorong ide-ide baru tersebut terwujud. Ide pemaksaan untuk berinovasi bagi seorang peserta diklat nantinya diharapkan tumbuh menjadi sebuah budaya. Alumni nantinya juga diharapkan dapat menularkan budaya untuk berinovasi di lingkungan kerjanya.
Download file lengkapnya disini