Aceh Besar – Diklat Reform Leader Academy (RLA) merupakan program prioritas nasional dalam mendukung reformasi birokrasi yang tengah berjalan. Oleh karena itu, trainer Diklat RLA harus memiliki kompetensi terbaik agar dapat memfasilitasi pelatihan tersebut.
“Aceh merupakan tempat yang sangat tepat untuk belajar berbagai aspek kebencanaan, terutama upaya pengurangan risiko bencana (PRB), mengingat provinsi ini pernah dilanda bencana dahsyat, gempa dan tsunami pada akhir 2004. Namun setelah itu, masyarakat Aceh memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan, bahkan ketahanan terhadap bencana. Apa yang kemudian dilakukan pemerintah, akademisi, dan masyarakat Aceh dalam mitigasi bencana itu kini malah menginspirasi banyak provinsi di Indonesia, bahkan negara-negara tertentu dalam manajemen risiko bencana. Hal itu disampaikan Kepala Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI), Dr Adi Suryanto MSi, saat pembukaan Pelatihan Reform Leader Academy (RLA) Angkatan XI Tahun 2017 di Aula Gedung B Pusat Kajian, Pendidikan, dan Pelatihan Aparatur (BKP2A) IV LAN RI di kawasan Darul Imarah, Aceh Besar, Kamis (6/7).”
Pembukaan itu juga dihadiri Ketua I DPRA, Drs Sulaiman Abda MSi, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-Raniry, Dr Dirhamsyah, pakar paleotsunami Dr Nazli Ismail, dan Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh, M Nasir Nurdin. Kepala LAN mengemukakan hal itu untuk meyakinkan para peserta pelatihan RLA bahwa Aceh saat ini adalah tempat yang tepat untuk belajar manajemen risiko bencana. Di Aceh tersedia lengkap komponen yang diperlukan untuk pembelajaran itu. Ada situsnya, pengalaman warganya, ada museumnya, ada pakar-pakar ilmu kebencanaan, kearifan lokal, dan banyak juga kampung siaga bencana.
Adi Suryanto berharap di setiap provinsi di Indonesia nantinya akan tersedia tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi untuk mendukung percepatan reformasi birokrasi, khususnya dalam merancang pembangunan daerah yang tanggap dan tahan bencana. Ia ingatkan, tidak boleh ada lagi egosektoral dan mental block di kalangan birokrat, terutama di antara para pengambil keputusan yang dapat menyebabkan hambatan kerja antara satu instansi dengan instansi lainnya.
“Selama ini ruang birokrasi kita sangat tersekat-sekat dan masing-masing pihak biasanya ngotot mempertahankan kepentingan lembaga masing-masing. Ke depan, hal-hal seperti ini hendaknya tak terjadi lagi sebagai bagian dari keberhasilan reformasi birokrasi,” kata Adi Suryanto.
Sementara itu, Kepala BKP2A IV LAN RI Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi melaporkan, pelatihan itu dihadiri 25 peserta se-Indonesia yang sebelumnya sudah lulus seleksi. Pelatihan ini bertujuan membentuk sosok aparatur yang memiliki kompetensi untuk mendukung percepatan reformasi birokrasi. Pelatihan ini mengusung tema Membangun Masyarakat Tahan Bencana. Menurut Faizal Adriansyah, para peserta dilatih empat bulan. Di kampus LAN Aceh dilaksanakan satu bulan, sisanya di luar kampus, termasuk di Jepang.
“Peserta akan berkunjung ke Jepang karena Jepang merupakan negara yang paling mampu menanggung dan mengurangi risiko bencana, bahkan sampai ke tingkat zero bencana. Maka sangat pantas peserta pelatihan ini kita bawa ke sana untuk belajar manajemen risiko bencana,” kata Faizal. (dik)
Sumber : aceh.tribunnews.com